(Kemarin saya bongkar-bongkar file lawas di laptop dan menemukan tulisan untuk tugas Penulisan Berita di semester 2 tahun 2008. Mata kuliah yang seharusnya diambil di semester 4. Tulisan ini berkisah tentang Pak Tarno, petugas parkir di Gelanggang Mahasiswa UGM sebelum dibangun Food Court Plaza Kampus. Saya tidak tahu apakah beliau masih menjadi petugas parkir apa sudah tergusur. Saya unggah di blog tanpa diedit alias persis seperti tugas yang saya kumpulkan dulu)
“Buat saya hasil itu nomer dua mas, yang penting motor pelanggan semua aman. Saya sudah seneng dan bersyukur sekali”
Ungkapan yang jujur dan murni itu keluar dari seorang penjaga parkir di gelanggang mahasiswa UGM. Sutarno, nama penjaga parkir itu, adalah orang yang masih bisa bersyukur meskipun mendapat hasil seadanya. Apalagi di jaman seperti sekarang ini. Jaman dimana setiap orang sudah menjadi individualistis, kehidupan sosial juga sudah terlupakan. Entah itu kaya atau miskin, sudah susah kita menemukan orang yang mau bersyukur meskipun penghasilan yang diterima sedikit. Pak Tarno, begitu ia biasa disapa, membuktikan bahwa bersyukur adalah kunci kebahagiaan hidup.
Ketika ditemui di tempat parkir kafetaria kopma UGM, pak Tarno masih sibuk mengatur motor-motor yang sedang parkir. Dengan sepuntung rokok kesayangan di tangan kiri. Pak Tarno membagi kisah hidupnya yang penuh dengan perjuangan nan melelahkan. Dia masih mau bercerita meskipun jam kerjanya sudah habis dan sudah sampai pada waktunya dia istirahat siang.
Sutarno dilahirkan di Yogyakarta 41 tahun yang lalu, atau tepatnya pada tanggal 9 Januari 1967. Lahir dari keluarga yang sederhana, Sutarno merupakan anak keempat dari 5 bersaudara. Karena kelimanya adalah lelaki, terkadang mereka sering dipanggil dengan sebutan Pandawa 5 oleh tetangga-tetangganya. Bahkan Sutarno bersama adiknya yang terakhir, sering dipanggil dengan Nakula-Sadewa, mengacu pada tokoh Pandawa ke 4 dan ke 5 yang kembar. Sutarno dan adiknya memang sekilas hampir mirip.
Continue reading →